Makaakan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS Al-A'raf ayat 156) Karena itu, Syekh Ashour menuturkan, bersedekah atas nama orang yang meninggal dalam kemaksiatan adalah hal yang diperbolehkan dalam syariat.

Hukuman Bagi Pencuri Dalam Islam وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَمِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ * فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ * أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 38-40. Sebab Turunnya Ayat Ayat ini diturunkan berkaitan dengan Thu’mah bin Ubairiq ketika ia mencuri baju besi tetangganya yang bernama Qatadah bin Nu’man di dalam kantong tepung yang koyak. Ia menyembunyikannya di tempat Zaid bin Samin al-Yahudi. Maka tepungnya pun tercecer dari rumahnya Qatadah hingga ke rumahnya Zaid. Ketika Qatadah tahu ada pencurian, ia mencarinya di tempat Thu’mah namun ia tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah bahwa ia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu mengenainya. Kemudian mereka mengetahui adanya tepung yang tercecer, maka mereka pun mengikutinya hingga sampai ke rumahnya Zaid. Mereka lalu mengambil baju besi tersebut darinya. Zaid berkata serahkan baju besi itu kepada Thu’mah. Orang – orang dari kalangan Yahudi menyaksikan juga yang demikian itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berdebat mengenai Thu’mah karena baju besi itu ditemukan pada selain tempatnya, maka Allah pun menurunkan firman-Nya “Dan janganlah kamu berdebat untuk membela orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa.” QS. An-Nisa’ 107. Kemudian diturunkanlah QS. Al-Ma’idah ayat 38 ini sebagai penjelas hukuman bagi pencurian. Ahmad dan yang lainnya mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin Amru bahwasanya ada seorang perempuan yang mencuri di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kemudian tangannya yang kanan dipotong. Perempuan tersebut berkata Apakah taubatku diterima ya Rasulullah? Maka Allah pun menurunkan di dalam surat al-Ma’idah فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Tafsir dan Penjelasan Allah ta’ala memerintahkan para penguasa untuk menghukum laki – laki dan perempuan yang mencuri dengan hukuman potong tangan. Barang siapa yang mencuri baik itu laki – laki maupun perempuan, dipotong tangannya dari pergelangan tangannya dan dimulai dengan tangannya yang sebelah kanan. Jika ia mengulanginya lagi mencuri lagi maka dipotong kaki kirinya dari sambungan telapak kakinya, kemudian tangan kirinya, kemudian kaki kanannya, kemudian dita’zir dan dipenjara sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda إذا سرق السارق فاقطعوا يده، ثم إذا عاد فاقطعوا رجله اليسرى “Bila seorang pencuri mencuri maka potonglah tangannya, kemudian bila ia mengulanginya lagi maka potonglah kaki kirinya.” Ini adalah pendapatnya Malikiyah dan Syafi’iyah. Hanafiyah dan Hanabilah berkata tidak dipotong lagi pada asalnya setelah tangan kanan dan kaki kirinya dipotong. Al-Qur’an juga menyatakan hukuman bagi wanita pencuri karena banyaknya kejadian pencurian yang dilakukan oleh wanita sebagaimana dilakukan oleh laki – laki serta untuk menetapkan sebenar – benarnya larangan. Meskipun pada umumnya dalam pensyariatan hukum -hukum, kaum wanita itu termasuk dalam hukumnya kaum laki -laki. Pencurian adalah mengambil harta dengan diam – diam dari tempat yang terjaga atau semisalnya. Tempat yang terjaga itu ada dua jenis a. Terjaga dengan sendirinya yaitu tempat seperti rumah dan koper atau peti. b. Terjaga oleh selainnya yaitu ada penjaganya seperti tempat – tempat umum yang dijaga oleh penjaga dan harta benda yang ada pemiliknya di sisinya. Tempat yang terjaga adalah apa saja yang berdasarkan kebiasaan digunakan untuk menjaga harta – harta manusia. Tidaklah seorang pencuri dipotong tangannya kecuali bila ia telah akil baligh sebagaimana ia adalah orang yang dituntut dengan seluruh beban hukum syar’i dan di antaranya adalah hukuman hudud. Tidak ada pemisahan di dalamnya antara kejahatan yang dilakukan berjamaah atau sendiri – sendiri. Hukuman tersebut tidak boleh diterapkan pada kejadian yang syubhat ragu – ragu seperti pencurian dari mahram dan tamu dari tuan rumahnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Adiy dari Ibnu Abbas ادْرَءُوا الْحُدُودَ بِالشُّبُهَاتِ “Hindarkanlah hudud dengan adanya syubhat – syubhat”. Hukuman dapat dijatuhkan bila pencuri itu mengambil harta dari tempat yang terjaga baik itu yang sifatnya terjaga oleh tempat itu sendiri maupun dijaga oleh penjaga, karena riwayat yang disampaikan oleh Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai buah kurma yang masih menggantung di pohon, beliau bersabda وَمَنْ سَرَقَ مِنْهُ شَيْئًا بَعْدَ أَنْ يُؤْوِيَهُ الْجَرِينُ فَبَلَغَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ فَعَلَيْهِ الْقَطْعُ “Dan barang siapa yang mencuri sebagian darinya setelah terkumpul dalam tempat pengeringan dan mencapai harga perisai maka tangannya dipotong.” Hukuman juga baru dapat dijatuhkan bila barang yang dicuri sampai pada kadar nishob syar’i. Para fuqaha’ memiliki dua atau tiga pendapat mengenai kadar nishob syar’i bagi pencurian. Al-Hasan al-Bashri dan Dawud az-Zhahiri berkata wajib dipotong tangan bagi pencurian sedikit maupun banyak berdasarkan zhahir nya ayat serta hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhain Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ “Allah melaknat pencuri yang mencuri telor maka tangannya harus dipotong, dan mencuri tali maka tangannya harus dipotong.” Jumhur ulama’ berkata dipotong tangannya pencuri dalam pencurian senilai seperempat dinar atau tiga dirham ke atas berdasarkan riwayat Ahmad, Syaikhain Bukhari & Muslim, dan para pemilik kitab Sunan dari hadits Aisyah radhiyallahu anha قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Tangan pencuri dipotong jika senilai seperempat dinar keatas.” Juga berdasarkan hadits dalam Shahihain Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَنٍّ ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ “Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memotong tangan pencuri karena mencuri perisai yang harganya tiga dirham.” Dan ini adalah perkataannya empat Khulafaur Rasyidin. Hanafiyah berpendapat bahwa nishob pencurian adalah satu dinar atau sepuluh dirham, maka tidak dipotong pencurian yang tidak mencapai sepuluh dirham berdasarkan riwayat Ahmad dari Abdullah bin Amru beliau berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا قَطْعَ فِيمَا دُونَ عَشَرَةِ دَرَاهِمَ “Tidak ada potong tangan jika yang dicuri kurang dari sepuluh dirham.” Kalau tidaklah hadits ini dhaif, maka mungkin untuk merajihkan Madzhab Hanafiyah sebagai bentuk kehati – hatian dan karena hukuman hudud itu dihindarkan karena adanya syubhat. Juga karena harga perisai yang menyebabkan Nabi memotong tangan pencurinya berbeda – beda dalam kadarnya, ada yang kadarnya tiga dirham, empat dirham, lima dirham, atau sepuluh dirham. Dalam hal ini mengambil jumlah yang paling banyak dalam bab hudud lebih utama dalam rangka menghindari syubhat. Pencurian itu kadangkala ditetapkan dengan pengakuan atau dengan bukti 2 orang saksi. Hukuman pencurian dapat dibatalkan dengan adanya maaf dari orang yang dicuri, taubat sebelum urusan tersebut naik sampai ke hakim, dan dengan dimilikinya barang yang dicuri tersebut dengan hibah atau yang lainnya meskipun setelah urusan tersebut naik sampai kepada hakim dalam madzhabnya Abu Hanifah dan Muhammad. Adapun menurut madzhab jumhur ulama’ disyaratkan kepemilikan tersebut terjadi sebelum urusan itu naik kepada hakim berdasarkan riwayat عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَفْوَانَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ نَامَ فِي الْمَسْجِدِ وَتَوَسَّدَ رِدَاءَهُ فَأُخِذَ مِنْ تَحْتِ رَأْسِهِ فَجَاءَ بِسَارِقِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُقْطَعَ فَقَالَ صَفْوَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أُرِدْ هَذَا رِدَائِي عَلَيْهِ صَدَقَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا قَبْلَ أَنْ تَأْتِيَنِي بِهِ Dari Abdullah bin Shafwan, dari Bapaknya bahwa Ia sedang tidur di sebuah masjid berbantalkan selendangnya, lalu selendang tersebut diambil oleh seseorang dari bawah kepalanya. Kemudian ia datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan membawa pencuri selendangnya itu. Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar tangan si pencuri dipotong, Shafwan berkata; “Wahai Rasulullah! Aku tidak menginginkan hal ini. Biarlah selendangku sebagai sedekah untuknya.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Mengapa tidak kau lakukan itu sebelum kau bawa permasalahan ini padaku! ” HR. Ibnu Majah dan yang lainnya. Wajib mengembalikan barang yang dicuri bila masih ada, dan dengan nilainya saja bila telah habis digunakan menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah berdasarkan riwayat Ahmad, Ashab as-Sunan, dan al-Hakim dari Samurah عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ “Bagi tangan bertanggung jawab terhadap apa yang diambil hingga ia menunaikannya mengembalikannya.” Tidak wajib mengembalikan senilai barang yang dicuri saat sudah habis digunakan menurut Hanafiyah. Karena tidak berkumpul antara hukuman dengan ganti rugi لا يجتمع حد وضمان berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh an-Nasa’i dari Abdurrahman bin Auf bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا يُغَرَّمُ صَاحِبُ سَرِقَةٍ إِذَا أُقِيمَ عَلَيْهِ الْحَدُّ “Tidaklah seorang pemilik harta curian itu dihutangi jika telah ditegakkan hukuman atasnya.” Akan tetapi hadits tersebut adalah hadits mursal. Malikiyah dalam hal ini mengambil jalan pertengahan, mereka berkata apabila pencuri itu berkecukupan saat dijatuhi hukuman, wajib atasnya hukuman potong tangan dan hutang atas barang yang dicurinya sebagai pemberat hukuman baginya. Bila pencuri itu kesulitan saat dijatuhi hukuman maka tidak diikuti dengan mengganti senilai barang yang dicurinya, wajib potong tangan saja dan ditiadakan hutang barang curian atasnya sebagai keringanan dengan sebab udzur kemiskinan dan kebutuhan. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjustifikasi hukuman bagi pencurian, maka Allah berfirman جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ “sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni bahwasanya potong tangan bagi laki – laki dan perempuan yang mencuri itu adalah balasan atas perbuatan dan usaha buruk keduanya. Siksaan dari Allah yakni penghinaan dan pencegahan untuk kembali melakukan pencurian serta sebagai pelajaran bagi yang lain. Hukuman tersebut, meskipun sebagian manusia membencinya, adalah hukuman yang tepat yang paling berpengaruh dan dapat mencegah pencurian serta memastikan keamanan harta dan jiwa manusia. Tidak ada yang menyadari bahaya bagi jiwa, kecemasan, dan ketakutan terhadap pencurian terutama di malam yang gelap, kecuali bagi orang yang berhadapan langsung dengan pencurian. Disamping adanya kerugian, pencurian dapat menjadikan seseorang kehilangan dan putus asa sehingga butuh kepada pinjaman untuk kebutuhan pokoknya dan kebutuhan keluarganya. Maka ia berharap agar pencuri itu tertangkap dan diberi hukuman. Pencurian menyebabkan adanya kegelisahan. Lingkungan yang berhadapan dengan pencurian akan timbul banyak ancaman bahaya, sehingga hampir -hampir manusia tidak dapat tidur dengan tenang. Ketika maling menerobos di malam hari atau di siang hari, maka ia menimbulkan kekhawatiran terhadap warga. Kadang – kadang bahkan disertai dengan pembunuhan dan penembakan. Pada yang demikian itu ada kerusakan dan bahaya yang tidak mungkin dibatasi hukumannya atau sekedar memberi tahu konsekuensinya. Berapa banyak di antara manusia yang telah tua, wanita, anak – anak, dan orang -orang yang ketakutan tidak dapat tidur di rumah – rumah mereka karena bahaya pencurian. Hingga sesungguhnya pembunuhan itu terkadang sulit disamakan dengan pencurian dalam pikiran saya karena pembunuhan adalah kejadian tunggal yang selesai pengaruhnya seketika itu juga dengan dinisbahkan kepada selain keluarga korban. Pembunhan terjadi secara terbatas dengan kaitan yang khusus antara yang membunuh dan yang dibunuh. Adapun masalah pencurian, pengaruhnya bersifat umum dan terus menerus. Ancaman pencurian menjauhkan ketenangan dan kepercayaan para pemilik harta, para pedagang, para petani, dan para pemilik gedung serta mengancam kekayaan mereka dengan kerugian dan kerusakan. Kemudian Allah ta’ala menegaskan keharusan hukuman bagi pencuri dengan berfirman وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni berlaku dalam pelaksanaan perintah – perintah-Nya sesuai kehendak-Nya, Ia Maha Kuat dalam memberi balasan kepada pencuri dan Maha Bijaksana dalam mensyariatkannya. Tidaklah Allah mensyariatkan sesuatu kecuali ada maslahat dan hikmah padanya. Allah menyusun hukuman dan sanksi dengan apa saja yang menurut Allah paling tepat. Dalam hal ini potong tangan adalah untuk mengakhiri kejahatan itu serta menghilangkannya hingga ke akar – akarnya. Hukuman itu dapat mencegah yang lainnya dari berbuat kejahatan yang semisal. Seolah olah Allah berfirman jangan lunak dalam hal pencurian dan keraslah dalam menerapkan hukuman terhadap mereka. Pada yang demikian itu semuanya adalah kebaikan meskipun para pendengki tidak menyukainya dan orang – orang yang jahil mengkritiknya. Kemudian Allah ta’ala menjelaskan hukum bagi orang – orang yang bertaubat yang menyesali perbuatan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Allah berfirman فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Yakni barang siapa yang bertobat setelah ia mencuri dan kembali kepada Allah, berhenti dari mencuri, mengembalikan harta yang dicurinya atau menggantinya, memperbaiki dirinya dan berusaha membersihkannya dengan amal – amal kebaikan dan taqwa, dan adalah niat taubatnya itu tulus serta berazam untuk tidak mengulanginya lagi, maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya dan ia tidak diazab di akhirat. Adapun hukuman potong tangan tidak dibatalkan dengan adanya taubat menurut jumhur fuqaha’, dan dapat dibatalkan menurut Hanabilah, ini adalah yang utama karena penyebutan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dalam QS. Al-Ma’idah ayat 39 menunjukkan atas batalnya hukuman yakni potong tangan. Allah ta’ala menegaskan keadilan hukuman bagi pencurian ini dan bahwasanya hukuman tersebut datang atas kesesuaian hikmah, keadilan, dan rahmat. Maka Allah berfirman أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 40. Yakni tidakkah kamu tahu wahai Rasul wakil penyampai hukum Allah, bahwasanya Allah adalah penguasa bagi segala yang ada di langit dan di bumi, Dia adalah pengaturnya dan hakim terhadapnya yang tidak ada yang dapat menolak hukumnya? Dia melakukan apa saja yang Ia kehendaki dan Ia tidak melakukan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat hikmah, keadilan, dan rahmat. Hingga terdapat keamanan bagi individu dan jama’ah serta ketenangan jiwa atas harta – harta mereka. Di antara hikmahnya adalah bahwasanya Allah meletakkan balasan bagi para penyerang/penyamun yang membuat kerusakan di muka bumi dan pencuri yang menebar ketakutan terhadap harta dan kebebasan manusia, dan bahwasanya Ia mengampuni orang – orang yang bertaubat dari kedua golongan tersebut bila mereka benar dalam taubatnya dan memperbaiki perbuatan mereka karena tujuan sebenarnya bukanlah hukuman itu sendiri namun untuk mewujudkan kebaikan, menebar keamanan dan ketenangan. Termasuk hikmahNya dan keadilanNya bahwasanya Ia menghukum orang yang tidak taat sebagai pengajaran dan pencegahan bagi mereka serta sebagai contoh dan jaminan bagi kemaslahatan hamba. Di antara rahmatNya adalah bahwasanya Ia menyayangi orang – orang yang bertaubat dan membatalkan hukuman bagi mereka. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu baik itu dalam hal hukuman maupun rahmat, dan Allah menyayangi hambaNya lebih dari diri mereka sendiri, lebih hebat daripada kasih sayangnya ibu kepada anaknya. Hukuman itu bagi para penyamun dan pencuri adalah untuk kemaslahatan mereka dan kemaslahatan saudara – saudara mereka di masyarakat. Maka tidak ada seseorang pun dalam masyarakat yang menangis atas tangan yang bergelimang dosa atau merasa kasihan atasnya karena anggota badan tersebut rusak dan menimbulkan kemudhorotan yang menghancurkan dan membinasakan, dan tidaklah ada di dalamnya harapan kebaikan bila tidak diperbaiki kondisinya. Wallahu alam bi as-shawab. Rujukan Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.

KonsepRukhsah dalam Islam. Alquran menegaskan, Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya (QS al-Baqarah [2]: 286). Apa pun jenis perintah Allah yang wajib dijalankan, tidaklah keluar dari batas kesanggupan si hamba untuk melaksanakannya. Bahkan, hukum wajib tersebut bisa gugur jika memang seorang mukallaf (manusia yang
Dari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda “Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” HR. Abu Daud.Dari hadist diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat 3 hukuman yang bisa diperlakukan bagi pencuri. DiantaranyaDimaafkanIni berlaku apabila pencuri berada dalam kondisi terpaksa misal kelaparan dan tidak dilakukan secara terus-menerus. Dalam hadist dijelaskan “Tangguhkan hudud hukuman terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman.” HR. Al- TirmidziSerta dalam Al-Quran“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”QS. Al-An’am 119“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” 173Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Ma’idah 3.Ta’zir dipenjaraHukuman ini berlaku bagi seseorang yang mencuri benda namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau tanganHukuman ini diberlakukan pada seorang pencuri yang mengambil barang dari penyimpanan atau penjagaan, barang tersebut bernilai jual tinggi dan ia memang memiliki niat mencuri tanpa ada yang Menjelaskan Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang artinya“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Maidah 38-39.Hukum Mencuri dalam IslamSelain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka karena pasti akan dipotong tangannya. Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau “Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah hancur, karena mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah anak Nabi mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” HR. Bukhari.Hadits lain yaitu“Dari Aisyah radhiyaallahu anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” HR. Bukhari.
Sedekahdengan harta haram apapun niatnya dan caranya tidak diperbolehkan dalam islam. Bagi pencuri atau pendosa yang ingin membuang harta haramnya dapat diamalkan kepada orang lain yang membutuhkan namun tidak dianggap sedekah, hanya sebagai jalan untuk bertaubat jika memang hasil harta haram tersebut tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Tak ada sejumput keraguan yang bersemayam dalam hati akan sempurnanya agama Islam yang indah ini. Tak hanya dalam hal-hal kompleks dan urgen, tapi Islam juga mengatur setiap aspek kehidupan hingga hal-hal terkecil yang acap kali heran jika seandainya seluruh umur kita pergunakan untuk mempelajari ilmu agama ini, hal itu tidaklah cukup untuk mencakup kesemuanya. Lihatlah betapa tebalnya kitab-kitab yang membahas segala permasalahan hukum-hukum di dalam sebab itu, cendekia muslim mencoba merumuskan suatu disiplin ilmu yang memudahkan kita mengetahui sekian banyak hukum suatu permasalahan dengan langkah yang lebih praktis. Alhasil, dibentuklah disiplin ilmu yang dikenal dengan nama Qawaid Al-Fiqh, atau kaidah-kaidah kita telah mempelajari berbagai kaidah-kaidah pokok yang tergolong Al-Qawaid Al-Kuliyyah Al-Kubra. Di antaranya adalah kaidah “Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taisir”. Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu cabang penerapan dari kaidah tersebut, yaitu kaidah Adh-Dharurat Tubihu Al-Mahzhurat, artinya “dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan”.Kedudukan KaidahDalil KaidahMakna KaidahPenerapan Kaidah[8]Syarat Darurat[9]Pengecualian Kaidah[10]Kedudukan KaidahUlama bersilang pendapat mengenai di manakah kaidah ini seharusnya ditempatkan. Sebagian ulama semisal As-Suyuthi memasukkan kaidah ini sebagai cabang dari kaidah “adh-dharar yuzalu” yang berarti segala yang membahayakan itu harus dihilangkan. Akan tetapi yang lebih tepat dalam hal ini sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa kaidah ini merupakan cabang dari kaidah “al-masyaqqah tajlibu at-taisir” karena kaidah adh-dharar yuzalu cakupannya lebih luas dan umum hingga meliputi segala macam seperti harta, jiwa, dan lain KaidahSebagaimana kaidah fikih pada umumnya, kaidah ini pun berlandaskan beberapa ayat dari Alquran. Di antaranyaAllah Ta’ala berfirman,وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”[1]Allah Ta’ala juga berfirman,فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”[2]Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ketika mengomentari kaidah ini, beliau mengutip dalil yang menjadi dasar kaidah ini atau dasar bolehnya melakukan hal yang terlarang dalam keadaan darurat, dengan firman Allah,فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيم“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3][4]Di antara landasan kaidah ini dari hadis ialah kisah seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Apa pendapatmu apabila seseorang ingin mengambil hartaku?” Beliau menjawab, “Jangan engkau berikan hartamu.” Lelaki itu kembali bertanya, “Lalu bagaimana jika ia ingin membunuhku?” Beliau pun menjawab, “Bunuh dia.” “Jika ia berhasil membunuhku?” tanyanya lagi. “Maka engkau mati syahid,” jawab Rasulullah. Lagi-lagi ia bertanya, “Jika aku yang membunuhnya?” Rasulullah menjawab, “Dia berada di neraka.”[5]Makna KaidahDarurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau teramat dibutuhkan. Yang dimaksud darurat dalam kaidah ini adalah seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut maka ia akan binasa atau hampir binasa. Contohnya, kebutuhan makan demi kelangsungan hidup di saat ia sangat Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah mendefinisikan makna darurat sebagai uzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu perkara yang terlarang.[6]Sedangkan mahzhurat adalah hal-hal yang dilarang atau diharamkan oleh syariat Islam. Mahzhurat mencakup segala hal terlarang yang berasal dari seseorang, baik berupa ucapan yang diharamkan semisal gibah, adu domba, dan sejenisnya, atau berupa amalan hati seperti dengki, hasad, dan semisalnya, atau juga berupa perbuatan lahir semacam mencuri, berzina, minum khamr, dan sebagainya.[7][su_note note_color=”deeeff”]Kesimpulannya, hal-hal yang dilarang dalam syariat boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang mendesak, yakni dalam kondisi sebuah keadaan yang mana apabila ia tidak melakukan hal yang diharamkan tersebut, ia bisa mati atau yang dengan kata lain, kondisi darurat atau kebutuhan yang sangat mendesak membuat seseorang boleh mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh syariat.[/su_note]Penerapan Kaidah[8]Di antara penerapan kaidah ini dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikutSeorang dokter boleh menyingkap sebagian aurat pasiennya jika memang pengobatan tidak bisa dilakukan kecuali boleh memakan bangkai atau daging babi jika ia tidak menemukan makanan untuk dimakan di saat kelaparan yang teramat seseorang makan harta orang lain dalam keadaan berobat dengan sesuatu yang najis jika tidak terdapat obat membunuh perampok jika hanya dengan cara itu ia bisa menyelamatkan diri, keluarga, dan seseorang mengambil harta milik orang yang berhutang darinya tanpa izin jika ia selalu menunda pembayaran sedangkan ia dalam keadaan Juga Menerjang yang Haram dalam Kondisi DaruratSyarat Darurat[9]Namun perlu diperhatikan, tidak setiap kondisi darurat itu memperbolehkan hal yang sejatinya telah diharamkan. Ada syarat dan ketentuan darurat yang dimaksud dalam kaidah ini. Di antara lain1. Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksi kuat akan terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak makan siang, ia akan mati, karena alasan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar yang sangat memprihatinkan. Di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama kambing kepunyaannya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka ia tak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya dari si Kondisi darurat tersebut benar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaknya ia memilih memakan bangkai. Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekadar yang ia perlukan untuk menghilangkan dokter ketika mengobati pasien perempuan yang mengalami sakit di tangannya, maka boleh baginya menyingkap aurat sebatas tangannya saja. Tidak boleh menyingkap aurat yang tidak dibutuhkan saat pengobatan seperti melepas jilbab, dan lain halnya dengan orang yang sangat kelaparan di tengah perjalanan. ia boleh memakan bangkai sekadar untuk menyambung hidupnya saja. Dengan kata lain tidak boleh mengonsumsinya hingga kenyang, melewati kadar untuk menghilangkan mudarat yang dialaminya.[8]Pengecualian Kaidah[10]Di antara pengecualian kaidah ini adalah apabila seseorang dipaksa untuk kafir, membunuh orang lain, atau berzina, maka ia tidak boleh tulisan sederhana ini Juga Fatwa Ulama Pinjam Uang Ke Bank Karena Darurat?—Catatan Kaki[1] QS. Al-An’am 119[2] QS. Al-Baqarah 173[3] QS. Al-Ma’idah 3[4] Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1430 H. Syarh Manzhumah Ushul al-Fiqh wa Qawaidih. Dar Ibn al-Jauzi Unaizah – KSA. Cetakan ke-2. Halaman 76[5] HR. Bukhari 6888, dan Muslim 2158[6] Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 1416 H. Taudhih al-Ahkam fi Bulugh al-Maram. Dar al-Qiblah li ats-Tsaqafah al-Islamiyah Jeddah – KSA. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman 80[7] Lihat As-Sadlan, Shalih bin Ghanim. 1418 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Ma Tafarra’a Anha. Dar Balnasiyah Riyadh – KSA. Cetakan ke-1. Halaman 256[8] Lihat Al-Burnu, Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad. 1416 H. Al-Wajiiz fi Idhahi Qawa’id Al-Fiqh Al-Kuliyyah. Muassasah Ar-Risalah Beirut – Lebanon. Cetakan ke-4. Halaman 233, Az-Zuhaili, Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah. Dar al-Fikr Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman 277[9] Lihat As-Sadlan, Shalih bin Ghanim. 1418 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Ma Tafarra’a Anha. Dar Balnasiyah Riyadh – KSA. Cetakan ke-1. Halaman 250-251[10] Lihat As-Sadlan, Shalih bin Ghanim. 1418 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Ma Tafarra’a Anha. Dar Balnasiyah Riyadh – KSA. Cetakan ke-1. Halaman 262, Az-Zuhaili, Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah. Dar al-Fikr Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman 279[su_spacer]Daftar PustakaAl-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 1416 H. Taudhih al-Ahkam fi Bulugh al-Maram. Dar al-Qiblah li ats-Tsaqafah al-Islamiyah Jeddah – KSA. Cetakan ke-1. Jilid Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad. 1416 H. Al-Wajiiz fi Idhahi Qawa’id Al-Fiqh Al-Kuliyyah. Muassasah Ar-Risalah Beirut – Lebanon. Cetakan Muhammad bin Shalih. 1430 H. Syarh Manzhumah Ushul al-Fiqh wa Qawaidih. Dar Ibn al-Jauzi Unaizah – KSA. Cetakan Abdurrahman bin Nashir. 1432 H. Syarh Manzhumah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah. Dar Ibn Al-Jauzi Kairo – Mesir. Cetakan Shalih bin Ghanim. 1418 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Ma Tafarra’a Anha. Dar Balnasiyah Riyadh – KSA. Cetakan Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah. Dar al-Fikr Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1.—Penulis Roni NuryusmansyahMurajaah Ustadz Muhammad Yassir, LcArtikel
Pencuripaling jahat. Istilah mencuri dalam shalat merujuk pada sabda Rasulullah, "Sejahat-jahatnya pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.". Para sahabatnya bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?". Rasulullah menjawab, "Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." (HR.
DARURAT menurut kamus dewan ialah keadaan yang mencemaskan atau menyusahkan biasanya yang berlaku dengan tiba-tiba atau tidak disangka-sangka, kesukaran yang timbul dengan tidak disangka-sangka seperti bahaya, kekurangan makanan, dan lain-lain. Darurat mengikut bahasa al-Quran ialah perkara yang membinasakan atau menyebabkan masyakah kesulitan bagi memelihara perkara yang dinamakan dharuriyyat’ yang wajib dipelihara dalam agama demi menjaga maslahah yang wajib, iaitu memelihara agama, nyawa, akal dan harta. ARTIKEL BERKAITAN Ketahui 6 perbuatan syirik sering dilakukan manusia... Bertaubatlah kepada sesiapa samakan Allah dengan makhluk Perkara ini menjadi rukun kehidupan bagi diri manusia mengikut fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah. Para alim ulama meletakkan beberapa syarat bagi mengharuskan perkara yang dilarang Mangsa banjir dipindahkan ke kawasan lebih selamat. 1. Darurat itu memang benar-benar berlaku bukan lagi hanya sangkaan semata-mata ke atas kemusnahan nyawa ataupun harta benda. Kalau pun kekhuatiran itu berdasarkan andaian, andaian itu hendaklah andaian yang kuat seperti telah melalui proses pengalaman dan pemerhatian. 2. Orang yang berada dalam keadaan darurat itu tidak ada jalan yang lain. Contohnya seseorang yang amat terdesak untuk makan, maka dia mestilah memilih makanan yang halal dahulu tetapi jika tidak dijumpai makanan yang halal dan nyawanya akan terancam jika tidak makan maka dibenarkan dia untuk mencuri makanan untuk menyelamatkan nyawanya dari binasa. 3. Orang yang dalam keadaan darurat terpaksa itu mestilah berusaha jangan memilih perkara yang terang-terang melanggar prinsip asas syariat Islam. Sekiranya seseorang itu dalam keadaan begitu lapar yang teramat sangat maka dia mestilah memilih sesuatu yang lain dahulu untuk makan selain daripada daging babi. Akan tetapi jika tidak ada apa-apa melainkan terpaksa makan daging babi maka dibenarkan untuk dia makan. 4. Ketika melepaskan keadaan daruratnya seseorang itu mestilah sekadar melakukannya kadar yang perlu sahaja, bukan untuk berselesa melakukan perkara yang terlarang berkenaan. Firman Allah di dalam Surah Al-Baqarah ayat 172 dan 173 172 Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian daripada rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian halal dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. 173 Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebutkan nama selain Allah. Tetapi sesiapa dalam keadaan darurat terpaksa memakannya sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak berdosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah memerintahkan secara tegas dengan mewajibkan makan daripada sumber yang halal, akan tetapi apabila berlaku darurat dan tiada makanan yang halal. Maka Islam mengizinkan makan makanan yang haram dengan kadar yang sepatutnya. Ini disebabkan oleh darurat dan makanan menjadi sangat penting untuk menjaga nyawa manusia. Ramai pihak mula menghulurkan bantuan makanan dan keperluan harian kepada mangsa banjir yang terkesan. Tular di media sosial baru-baru ini beberapa individu memecah masuk sebuah kedai serbaneka dan pasaraya untuk mengambil barang makanan bagi tujuan kelangsungan hidup ketika belakunya banjir besar yang mengakibatkan musnah seluruh harta benda dan keperluan hidup. Dalam situasi begini sekiranya mereka benar-benar dalam keadaan kesempitan yang boleh mengancam nyawa maka Islam membenarkan untuk mengambil makanan atau ubat-ubatan sekadar keperluan sahaja dan ia tidak dikira sebagai berdosa. Tetapi harus diingat bukan semua kelaparan dibenarkan untuk mencuri atau mengambil harta orang lain tanpa kebenaran. Pernah berlaku pada zaman Khalifah Saidina Umar apabila ditimpa musim kemarau panjang yang juga dikenali sebagai Tahun Kelaparan. Pada waktu itu Umar tidak mengambil tindakan untuk memotong tangan bagi mereka yang mencuri makanan disebabkan oleh kelaparan yang boleh mengancam nyawa. Bagi pemilik kedai yang barang makanan mereka diambil disebabkan oleh mangsa-mangsa banjir yang dalam keadaan sangat lapar maka adalah sebaiknya mereka berniat untuk sedekahkan kepada mereka yang memerlukan. Kebanyakan perniagaan masih tutup disebabkan banjir sehingga menyukarkan lagi mendapatkan barang keperluan dan makanan. Ganjaran yang sangat besar bagi mereka yang memberi makan kepada orang yang dalam kelaparan. Ini kerana, memberi makan kepada mereka yang sangat lapar adalah salah satu amalan yang boleh menyebabkan seseorang itu masuk ke dalam syurga. Firman Allah di dalam Surah Al-Balad ayat 12 Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui apa dia amal-amal yang tinggi darjatnya di sisi Tuhan itu? Antara amalan yang tinggi darjatnya di sisi Allah ialah Firman Allah dalam surah yang sama ayat 14 Atau memberi makan pada hari kelaparan dan Allah sudahi dengan; Firman Allah ayat 18 Ketahuilah! Bahawa orang-orang yang beriman serta berusaha mengerjakan amal-amal yang tinggi darjatnya di sisi Tuhan, merekalah golongan pihak kanan yang akan beroleh Syurga. Maka ayuh sama-sama kita mendoakan keselamatan sahabat-sahabat kita yang diuji oleh Allah dengan musnahnya harta benda mereka serta kita membantu sedaya mungkin semoga ia menjadi asbab untuk kita ke syurga Allah. ***Dr. Nur Mohammad Hadi Zahalan Hadi Almaghribi ialah penceramah bebas dan selebriti TV Al-Hijrah dan boleh diikuti di laman Instagram dan Facebook Dapatkan info dengan mudah dan pantas! Join grup Telegram mStar DI SINI
Р юму ጇԸпрխፈαнон եհыΝ ማቿиՈκቯжիпа щεբըχቿтру ኬя
Крቶнοхըз ψоԹωбωչ цуке еβωդузαжоԶоፍиρωгሑγυ оскωգиፐυчо шիжሮ ι асիሯоцօ
Еታегሔлοфሴк аዱθዪωፒεцΑтрошιч քοЧሲκաχаያεщ ዱ δΩማуղ մиш отοтուδ
Ջеժυ епօጩузаВθбеπጮዱ ανያбев ςуОфу свυцօВе ቢվуվ
Mencuriberbeda dengan korupsi, merampok, mencopet dan merampas. Mencuri adalah mengambil secara sembunyi-sembunyi barang berharga milik orang lain yang disimpan oleh pemiliknya pada tempat yang wajar, dan si pencuri tidak diizinkan untuk memasuki tempat itu.

Mencuri berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Secara hukum, mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh negara. Begitupun dalam pandangan islam. Mencuri merupakan dosa dan tidak sesuai rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran yang artinya“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, Padahal kamu mengetahui.” 188.Mencuri Menurut Ajaran IslamDari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda “Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” HR. Abu Daud.Dari hadist diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat 3 hukuman yang bisa diperlakukan bagi pencuri. DiantaranyaDimaafkanIni berlaku apabila pencuri berada dalam kondisi terpaksa misal kelaparan dan tidak dilakukan secara terus-menerus. Dalam hadist dijelaskan “Tangguhkan hudud hukuman terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman.” HR. Al- TirmidziSerta dalam Al-Quran“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”QS. Al-An’am 119“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” 173Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Ma’idah 3.Ta’zir dipenjaraHukuman ini berlaku bagi seseorang yang mencuri benda namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau tanganHukuman ini diberlakukan pada seorang pencuri yang mengambil barang dari penyimpanan atau penjagaan, barang tersebut bernilai jual tinggi dan ia memang memiliki niat mencuri tanpa ada yang Menjelaskan Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang artinya“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Maidah 38-39.Selain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka karena pasti akan dipotong tangannya. Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau “Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah hancur, karena mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah anak Nabi mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” HR. Bukhari.Hadits lain yaitu“Dari Aisyah radhiyaallahu anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” HR. Bukhari.Syarat-Syarat Hukum Potong TanganDalam menerapkan hukum potong tangan kepada pencuri tentu tidak boleh dilakukan begitu saja. Terlebih lagi jika menghakimi sendiri lalu menganiayanya. Hal ini tentu tidak benar. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mempraktekan hukum potong tangan. Diantaranya yaituPencuri cukup umur BalighSyarat pertama seseorang dikatakan mencuri dan wajib dikenai hukum potong tangan adalah usianya harus sudah baligh. Enggak mungkin jika balita mencuri lalu dipotong tangannya. Sebab balita masih belum mengerti dipaksa atau terpaksaHukum potong tangan berlaku apabila seseorang mencuri atas kesadarannya sendiri. Tanpa ada paksaan dari pihak lain dan tidak sedang berada dalam kondisi terpaksa.“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku karena aku apa yang mereka lakukan tanpa ada kesengajaan, lupa dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.” HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi.Sehat dan berakalSyarat ketiga adalah si pencuri berakal sehat. Jadi tidak sedang gila. Seseorang yang kehilangan akal maka tidak berhak dijatuhi memahami hukum islamPencuri yang tidak memahami tentang hukum islam, misalnya saja non muslim yang baru masuk islam Muallaf dan belum mempelajari islam secara menyeluruh maka ia tidak wajib dikenai hukum potong tangan.“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu.” QS. Al Ahzab 5.Barang yang dicuri berada dalam penyimpananSeseorang dikatakan mencuri jika ia mengambil barang yang berada dalam penyimpanan. Misalnya mengambil barang orang lain yang disimpan di dompet, almari, atau tempat-tempat yang dicuri berada dalam penjagaanMisalnya barang yang berada di samping orang sholat, kebun yang dibatasi dengan tembok, atau barang-barang lain yang dijaga pemiliknya. Sedangkan menemukan barang di jalanan atau mengambil buah di pohon yang tidak ada pembatasnya, maka hukum potong tangan tidak berlaku. Sebaliknya si pencuri hanya diwajibkan mengembalikan barangnya. Jika tidak ada, maka harus membayar ganti rugi. Dan hukumannya adalah dipenjara Ta’zir dengan didasarkan pada peraturan barang yang dicuri mencapai jumlah nisabSyarat berikutnya untuk memberlakukan hukum potong tangan adalah jumlah barang yang dicuri harus mencapai nisab. Menurut mayoritas ulama jumlahnya sebesar 3 dirham atau ¼ dinar. Hal ini didasari oleh hadist shahih“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang yang mencuri perisai yang nilainya sebesar 3 dirham.” Hadist Muttafaqun AlaihiDari Aisyah radhiyaallahu anha bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan memotong tangan seorang pencuri kecuali mencapai ¼ dinar keatas”. HR. Muslim.Perlu diketahui bahwa 1 dinar = emas 24 karat sebesar gram. Jadi bila ¼ dinar berarti= ¼ x gram. Apabila nilai barang curiannya kurang dari ukuran tersebut maka hukum potong tangan tidak boleh dilakukan. Pencuri cukup diadili secara hukum. Misal dipenjara, membayar ganti rugi atau mengadakan persetujuan curian mutlak bukan miliknyaMaksudnya antara pencuri dengan pemilik barang yang dicuri tidak ada hubungan darah ataupun ikatan keluarga. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau sebaliknya, istri mencuri harta suaminya, maka ini tidak bisa diperlakukan hukum potong tangan. Sebab seorang keluarga masih memiliki hak terhadap keluarganya yang lain. Namun demikian bukan berarti pencurian dalam keluarga diperbolehkan. Tidak ya. Pencurinya tetap harus diadili. Dan hukumannya bergantung pada keterdekatan hubungan, kerelaan orang yang dicuri, undang-undang negara dan ajaran hukum fiqih curian adalah barang yang berhargaSyarat Berikutnya adalah barang yang dicuri haruslah barang yang berharga. Dalam artinya layak secara syarak. Benda yang bernilai jual cukup tinggi. Bukan benda-benda bekas yang tak terpakai, bangkai atau melakukan hukuman potong tangan, seorang hakim tentu harus memperhatikan syarat-syarat diatas. Kemudian melihat kondisi si pencuri, apakah ia orang yang masih gagah perkasa ataukah orang yang tak berdaya. Seseorang yang mencuri dikarenakan terpaksa akibat rasa lapar, dan aktivitas mencuri ini tidak dilakukan secara terus-menerus maka ia berhak mendapatkan keringanan. Hukum potong tangan tidak berlaku kepada seorang pencuri yang mencuri sedikit makanan karena kelaparan. Apabila si pencuri mau meminta maaf dan bertaubat maka tidak ada dosa yang tak terampuni oleh Allah Ta’ penjelasan tentang hukum mencuri dalam islam. Sebagai seorang hamba sebaiknya kita memahami tentang Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam dengan begitu kita bisa memahami kewajiban kita dan mengindari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Semoga bermanfaat.

  • Λቬπам խветрቨ
  • Ձаղነф μедጂпу ቇችዊጷιձомը
    • Οկθጮևво щекисвидዎд
    • Эфա иη
1 Mempelajari sejarah perkembangan Islam dari berbagai referensi pendukung. 2. Melakukan pencarian informasi untuk mengetahui peran umat Islam dalam pembangunan bangsa. 3. Menemukan profil tokoh-tokoh muslim serta peran serta mereka. 4. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa umat Islam memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. 5.
DOSA mencuri dalam islam menurut Muhamad Syaltut adalah mengambil harta individu lain dengan sembunyi sembunyi yang dilakukan oleh individu yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya, definisi tersebut secara jelas melakukan perbuatan menggelapkan harta individu lain yang dipercayakan kepadanya ikhtilas dan tetap dosa walaupun beramal sesuai hukum sedekah dengan uang haram dari kategori dosa mencuri dalam islam. Mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah. Secara lughah bahasa Arab, mencuri disebut dengan as-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam. Secara istilah syari, as-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab tertentu atau punya nilai tertentu, masih milik orang lain, tidak syubhat di dalamnya, dan mengambilnya secara diam-diam. BACA JUGA Bagaimana Cara Taubat dari Dosa Mencuri? Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa dosa mencuri adalah perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa besar dan kezaliman yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah 24292, disebut as-sariqoh jika memenuhi empat rukun Ada pencuri, Ada orang yang dicuri barangnya, Ada harta yang dicuri, mengambilnya diam-diam. Foto Pexels Tentang hukuman dosa mencuri disebutkan dalam surah Al-Maidah. وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Maidah 38 dan 39. Dalam ayat ini, Allah SWT menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa dosa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة “Dosa besar adalah yang Allah SWT ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin. Atau bukan bagian dari kami, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus.” Fatawa Nurun alad Darbi libni Al-Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah. Dosa mencuri dan hukumya ilustrasi, foto unsplash Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan لَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن “Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam AlQuran dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” Tafsir Ibnu Katsir, 2/285. Dosa mencuri hukumnya haram, karena larangan mengambil harta milik orang lain secara batil tersebut dalam AlQuran, As-Sunnah dan Al-Ijma kesepakatan ulama. Allah subhaanahu wata’ala berfirman. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil” QS. Al-Nisa’ 29 BACA JUGA Kata Nabi, Dosa Kecil Bisa Membinasakan Para ulama mengingatkan keras mengenai perbuatan mencuri. Imam Adz-Dzahabi memasukkan mencuri dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah. Lantas Islam menyetujui hukum ini dengan penambahan syarat-syarat tertentu. Lihat Tafsir AlQuran Al-Azhim, 3394. Imam Ahmad rahimahullahmengatakan bahwa jika seseorang membeli barang yang ia ketahui telah dicuri oleh seseorang, maka ia dihukumi sama-sama mencuri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Masail Al-Imam Ahmaddiriwayatkan oleh Al-Baghawi 681. Semoga Allah SWT memberi kita taufik agar kita dijauhkan dari hukum dosa mencuri. [] Oleh Andika Murdanto SUMBER MUSLIM RUMAYSHO
TokoIslami Memudahkan Mencari Makanan Halal . Lisa Lub . 25 May 2022 . Makanan yang diperbolehkan secara agama mungkin agak sulit ditemukan terutama di negara-negara di mana keyakinan utama berbeda dari Anda. Baik itu makanan Yahudi Kosher di Jepang, makanan vegetarian Hindu di Italia atau makanan Halal Muslim di Inggris, menemukan jenis
Motif pencuri – Baru-baru ini dua pencuri kotak amal yang ada di Masjid Ass-Sa’adah As-Sudairi, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan ditangkap. Kedua tersangka pencurian ini diketahui mengenakan jaket Ojol. Saat diungkap mengenai motif pencurian kotak amal ini adalah karena permasalah ekonomi. Dalam masa pandemi ini, memang tidak dipungkiri bahwasanya cukup besar berdampak pada perekonomian. Banyak orang yang tidak dapat melakukan kegiatan seperti biasanya, sehingga pendapatan atau ekonomi turun. Tersangka pencurian kotak amal ini diketahui menganggur dan terhimpit masalah ekonomi. Sehingga mencuri kotak amal untuk memenuhi kebutuhan. Namun bagaimanapun, mencuri adalah tindakan yang melanggar hukum dan juga bertentangan dengan ajaran islam. Apalagi masjid adalah rumah Allah, perbuatan mencuri mungkin terdengar cukup memalukan ya sobat CahayaIslam. Lalu bagaimana sebenarnya mencuri dalam keadaan terpaksa, bolehkah dalam hukum islam? Motif Pencuri Kotak Amal Karena Himpitan Ekonomi, Ini Hukumnya Mencuri Karena Terpaksa Menurut Pandangan Islam Motif pencuri kotak amal ini diketahui karena terhimpit oleh persoalan ekonomi. Tersangka bahwa meminta maaf di depan wartawan atas perbuatannya. Dalam islam, mencuri adalah salah satu perbuatan yang dilarang. Bahkan ini termasuk dosa besar, karena sama saja memakan harta dengan cara yang batil. وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.1 Ayat diatas menegaskan bahwasanya memakan harta dengan jalan yang batil adalah dosa. Itu sebabnya, mencuri juga termasuk dosa besar karena sama dengan menggunakan cara yang batil untuk mendapatkan harta. Namun sobat CahayaIslam, ada beberapa hal yang haram namun diperbolehkan karena suatu kondisi. Mencuri Dalam Keadaan Terpaksa Diperbolehkan? Simak Penjelasannya! Perbuatan mencuri jelas-jelas dilarang dalam islam, selain melanggar syariat yang ada. Ini juga termasuk perbuatan dosa besar. Namun tahukah bahwa beberapa kondisi memperbolehkan seseorang melakukan apa yang Allah haramkan? Seperti seseorang yang kelaparan dan tidak ada makanan lain yang bisa dimakan selain yang haram. Sementara jika tidak makan, ini akan mengancam keselamatannya. إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.2 Sama halnya dengan mencuri, dalam kondisi yang mendesak dan bisa mengancam jiwanya. Dan hanya dengan mencuri bisa menyelamatkannya, maka hukumnya dalam islam bisa menjadi diperbolehkan atau lebih tepatnya dimaafkan. Namun tentu saja harus memenuhi kriteria dan bukan mengatasnamakan keterpaksaan sebagai alasan untuk mencuri. Motif pencuri – yang menurut pernyataannya adalah karena terpaksa akibat himpitan ekononi. Tentu saja ini bukan tindakan yang bisa dibenarkan. Apalagi tersangka dalam keadaan mampu untuk mencari pekerjaan, atau setidaknya bisa berusaha untuk mendapatkan pendapatan dengan cara yang halal. Sobat CahayaIslam, semoga ini bisa menjadi pelajaran kita semua ya. Catatan Kaki 1 – Surat Al-Baqarah Ayat 188 2 – Surat Al Baqarah Ayat 173
Menjalankanrukun Islam yang ke-lima yakni ibadah haji dan umrah, jihad, hijrah, melunasi hutang dll tergolongan perjalanan yang wajib. seperti halnya perjalanan untuk merampok maupun mencuri. Ibnu 'Araby berkomentar di dalam kitabnya Ahkam al-Qur'an bahwa orang yang menyatakan mengqashar shalat diperbolehkan pada perjalanan maksiat
Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa mencuri adalah perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa besar dan kezaliman yang Adalah Dosa BesarPencuri Mendapat LaknatMencuri Adalah KezalimanHukuman Hadd Bagi PencuriHarta Hasil Mencuri Tidak HalalBertaubat Dari Mencuri, Harus Kembalikan Barang CuriannyaPencuri Akan Diqishash Di Hari KiamatAllah Ta’ala berfirmanوَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” QS. Al Maidah 38.Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakanالكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة“Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin’, atau bukan bagian dari kami’, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus” Fatawa Nurun alad Darbi libni Al-Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah.Ibnu Shalah rahimahullah mengatakanلَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن“Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” Tafsir Ibnu Katsir, 2/285.Pencuri Mendapat LaknatPencuri juga dilaknat oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaلعن الله السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri tali.” HR. Bukhari no. 6285.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskanأن يراد بذلك أن هذا السارق قد يسرق البيضة فتهون السرقة في نفسه، ثم يسرق ما يبلغ النصاب فيقطع“Maksud hadits ini adalah seorang yang mencuri telur lalu dia menganggap remeh perbuatan tersebut sehingga kemudian ia mencuri barang yang melewati nishab hadd pencurian, sehingga ia dipotong tangannya” Syarhul Mumthi, 14/336-337.Mencuri Adalah KezalimanDan secara umum mencuri termasuk perbuatan mengambil harta orang lain dengan cara batil. Padahal harta seorang Muslim itu haram. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaفَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian untuk ditumpakan dan harta kalian untuk dirampais dan kehormatan untuk dirusak. Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” HR. Bukhari no. 1742.Dan mencuri juga termasuk perbuatan zalim. Padahal Allah Ta’ala berfirmanأَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ“Ingatlah, laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang zalim” QS. Hud 18.وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” QS. Hud 102.إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ“Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan” QS. Al An’am 21.Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaقال الله تبارك وتعالى يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman Wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim.” HR. Muslim no. 2577.Baca Juga Mencuri Adalah Sebuah KezalimanHukuman Hadd Bagi PencuriBerdasarkan surat Al Maidah ayat 38 di atas, hukuman hadd bagi pencuri dalam Islam adalah di potong tangannya. Juga berdasarkan hadits dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkataأنَّ قريشًا أهمَّهم شأنُ المرأةِ المخزوميَّةِ التي سرقت في عهدِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . في غزوةِ الفتحِ . فقالوا من يُكلِّمُ فيها رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فقالوا ومن يجترئُ عليه إلا أسامةُ بنُ زيدٍ ، حِبُّ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فأتى بها رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فكلَّمه فيها أسامةُ بنُ زيدٍ . فتلوَّنَ وجهُ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فقال أتشفعُ في حدٍّ من حدودِ اللهِ ؟ فقال له أسامةُ استغفِرْ لي . يا رسولَ اللهِ ! فلما كان العشيُّ قام رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فاختطب . فأثنى على اللهِ بما هو أهلُه . ثم قال أما بعد . فإنما أهلك الذين مَن قبلكم ، أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريفُ ، تركوه . وإذا سرق فيهم الضعيفُ ، أقاموا عليه الحدَّ . وإني ، والذي نفسي بيدِه ! لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها ثم أمر بتلك المرأةِ التي سرقتْ فقُطعَتْ يدُها . …قالت عائشةُ فحسنُتْ توبتُها بعد . وتزوَّجتْ . وكانت تأتيني بعد ذلك فأرفعُ حاجتَها إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ“Bahwa orang-orang Quraisy pernah digemparkan oleh kasus seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tepatnya ketika masa perang Al Fath. Lalu mereka berkata “Siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam? Siapa yang lebih berani selain Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam?”. Maka Usamah bin Zaid pun menyampaikan kasus tersebut kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, hingga berubahlah warna wajah Rasulullah. Lalu beliau bersabda “Apakah kamu hendak memberi syafa’ah pertolongan terhadap seseorang dari hukum Allah?”. Usamah berkata “Mohonkan aku ampunan wahai Rasulullah”. Kemudian sore harinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri seraya berkhutbah. Beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda “Amma ba’du. Sesungguhnya sebab hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada pencuri dari kalangan orang terhormat, mereka biarkan. Dan jika ada pencuri dari kalangan orang lemah, mereka tegakkan hukum pidana. Adapun aku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika Fatimah bintu Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya”. Lalu Rasulullah memerintahkan wanita yang mencuri tersebut untuk dipotong tangannya. Aisyah berkata”Setelah itu wanita tersebut benar-benar bertaubat, lalu menikah. Dan ia pernah datang kepadaku setelah peristiwa tadi, lalu aku sampaikan hajatnya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” HR. Al Bukhari 3475, 4304, 6788, Muslim 1688, dan ini adalah lafadz Muslim.Namun tidak dikenai hukuman potongan tangan jikaBarang yang dicuri nilainya kecil. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaلاَ تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلاَّ فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا “Pencuri tidak dipotong tangannya kecuali barang yang dicuri senilai seperempat dinar atau lebih.” Muttafaqun alahi. Yang ini disebut juga sebagai nisab pencurian. [su_spacer]Barang yang dicuri bukan sesuatu yang disimpan dalam tempat penyimpanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaلا تقطع اليد في تمر معلق “Tidak dipotong tangan pencuri bila mencuri kurma yang tergantung.” HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 11/323, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 7398Syaikh As Sa’di menjelaskanومن سرق ربع دينار من الذهب، أو ما يساويه من المال من حرزه قطعت يده اليمنى من مفصل الكف، وحسمت فإن عاد قطعت رجله اليسرى من مفصل الكعب وحسمت فإن عاد حبس“Orang yang mencuri 1/4 dinar emas atau lebih atau yang senilai dengan itu, dari tempat penyimpanannya, maka ia dipotong tangannya yang kanan mulai dari pergelangan tangan. Kemudian dihentikan pendarahannya. Jika ia mengulang lagi, maka dipotong kakinya yang kiri dari mata kakinya. Kemudian dihentikan pendarahannya. Jika mengulang lagi, maka dipenjara.” Minhajus Salikin, 231-232.Adapun jika mencurinya tidak sampai nisab pencurian, sehingga ia tidak dipotong tangan, maka hukumannya adalah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh ijtihad hakim, bisa jadi berupa penjara, hukuman cambuk, hukuman kerja sosial atau lainnya. Syaikh As Sa’di menjelaskanالتعزير واجب في كل معصية لا حد فيه و لا كفارة“Ta’zir hukumnya wajib bagi semua maksiat yang tidak ada hadd-nya dan tidak ada kafarahnya” Minhajus Salikin, 231.Baca Juga Penegakkan Hukum di Masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamHarta Hasil Mencuri Tidak HalalRasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaكل لحم نبت من سحت فالنار أولى به“Setiap daging yang tumbuh dari suhtun, maka api neraka lebih layak baginya” HR. Ahmad no. 14481, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no. 4519.Makna suhtun adalahالسُّحُتُ كلُّ حرام قبيح الذِّكر؛ وقيل هو ما خَبُثَ من المَكاسب وحَرُم فلَزِمَ عنه العارُ“As suhtu adalah semua yang haram dan buruk untuk disebutkan. Sebagian mengatakan artinya setiap penghasilan yang buruk dan haram serta layak dicela.” Lisaanul Arab.Bertaubat Dari Mencuri, Harus Kembalikan Barang CuriannyaIbnul Qayyim rahimahullah mengatakan,مَنْ قَبَضَ مَا لَيْسَ لَهُ قَبْضُهُ شَرْعًا، ثُمَّ أَرَادَ التَّخَلُّصَ مِنْهُ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْبُوضُ قَدْ أُخِذَ بِغَيْرِ رِضَى صَاحِبِهِ، وَلَا اسْتَوْفَى عِوَضَهُ رَدَّهُ عَلَيْهِ. فَإِنْ تَعَذَّرَ رَدُّهُ عَلَيْهِ، قَضَى بِهِ دَيْنًا يَعْلَمُهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، رَدَّهُ إِلَى وَرَثَتِهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، تَصَدَّقَ بِهِ عَنْهُ، فَإِنِ اخْتَارَ صَاحِبُ الْحَقِّ ثَوَابَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَانَ لَهُ. وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يَأْخُذَ مِنْ حَسَنَاتِ الْقَابِضِ، اسْتَوْفَى مِنْهُ نَظِيرَ مَالِهِ، وَكَانَ ثَوَابُ الصَّدَقَةِ لِلْمُتَصَدِّقِ بِهَا“Orang yang mengambil barang orang lain tanpa dibenarkan oleh syariat, kemudian ia ingin bertaubat, maka jika pemiliknya tidak ridha dan tidak mau menerima ganti rugi, barang tersebut wajib dikembalikan. Jika sudah tidak bisa dikembalikan, maka menjadi beban hutang yang wajib diberitahukan kepada pemiliknya. Jika tidak bisa ditunaikan kepada pemiliknya, maka wajib ditunaikan kepada ahli warisnya. Jika tidak bisa pula, maka disedekahkan atas nama pemiliknya” Zaadul Ma’ad, 5/690.Baca Juga Serial 12 Alam Jin Kemampuan Mencuri Berita LangitPencuri Akan Diqishash Di Hari KiamatOrang yang mencuri harta orang lain, yang ia belum bertaubat serta belum mengembalikan atau mengganti barang curiannya, maka ia akan dituntut oleh orang tersebut di hari kiamat. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanyaأتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” HR. Muslim no. 2581.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ“Siapa yang pernah berbuat aniaya zhalim terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya maaf pada hari ini di dunia sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka nanti pada hari kiamat bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. HR. Al-Bukhari no. 2449Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufik agar kita dijauhkan dari perbuatan mencuri harta orang Juga Pencuri Berita Langit***Penulis Yulian Purnama, v1Pa.
  • 52pnfhisrv.pages.dev/348
  • 52pnfhisrv.pages.dev/472
  • 52pnfhisrv.pages.dev/6
  • 52pnfhisrv.pages.dev/5
  • 52pnfhisrv.pages.dev/110
  • 52pnfhisrv.pages.dev/392
  • 52pnfhisrv.pages.dev/451
  • 52pnfhisrv.pages.dev/292
  • mencuri yang diperbolehkan dalam islam